Siang dibulan ramadhan itu begitu terik, sang surya bertengger menebar sinar ke pelosok bumi.
Tapi semangat para Mahasiswa pertukaran pelajar itu tak kalah membara. Mereka begitu antusias
berkenalan satu sama lain.Mereka berasal dari negara yang berbeda-beda.
Tera begitu bersemangat hari itu, dengan ramah dan hangat ia berkenalan dengan teman-teman
barunya. Lalu datang seorang lelaki dalam langkah malu-malu menghampirinya.
“Hai..” sapanya dengan senyum ragu.
“Halo”
“Are you Indonesian?” menunjuk nametag yang dikenakan Tera.
“Yes, im from Bandung, what about you?” jawabnya hangat.
“Saya dari jogja. tolong isi lembar identitasnya ya,” sambil menunduk malu.
“oh iya ini tukeran aja sama punya gue”
“iya”
Selang 3 menit mereka bertukaran lembar identitasnya,
“Nama lo pico? WAW! Kebetulan banget yaaa!!”
“Iya, hehe, kamu tera?”
“iya, hahaha. Amazing banget, gue kira Cuma nama gue doang yang asalnya dr notasi angka.
Dan yang lebih waw nya itu, nama gue “tera” yang artinya 10 pangkat 12. Dan nama lo Pico yang
artinya 10 pangkat minus 12. itu artinya kalo Pico dikali Tera hasilnya sama dengan SATU! iya SATU!!! Jangan-jangan ortu gue janjian lagi sama ortu lo, hahaha. Atau engga
KITA JODOH! wahahahaha” jelas Tera dengan antusias diiringi dengan tawanya yang bersinar.
“Hahahaha. Ada-ada aja” pico membalasnya dengan tawa kecil di wajahnya yang merengut malu.
“hahaha, I wanna talk much longer, but we have to do our task, right,? glad to know you, see you” tera
pergi sambil melambaikan tangannya.
“see you” membalas lambaian tangan tera.
***
Siang yang cerah itu berganti shift dengan malam yang begitu damai, pico kini sedang duduk di
balkon apartemennya, dia begitu bahagia hari ini, dia ingin bercerita semua kejadian yang ia alami hari
ini pada sahabat terbaiknya, Bintang.
Bintang….
Hari ini aku bertemu matahari,
Matahari itu begitu bersinar,
Matahari itu begitu hangat,
Ia penuh senyum, canda, dan juga makna.
Sinarnya mampu menghidupkan jiwa yang telah lama mati.
Aku tak mampu menatapnya lebih lama.
Sinarnya terlalu terang.
Aku tak mampu terlalu dekat dengannya,
Dia terlalu hangat.
Aku hanya mampu melihatnya dari jauh.
Setidaknya aku dapat merasakan sedikit hangatnya.
Seandainya benar kita adalah jodoh.
Seandainya benar kita bisa menjadi satu.
Seandainya benar…
Seandainya.
***
Masa orientasi telah usai, Pico dan Tera tak pernah bertemu lagi, Pico kehilangan mataharinya.
Hari ini hari pertama kuliah,
Pico datang terlambat 15 menit, karena ia kesulitan mencari ruangan kelasnya, saat sampai di depan
pintu kelas, ternyata sudah ada dosen didalam ruangan kelas itu. Perasaan senang dan takut
berkolaborasi dengan hebatnya dalam dimensi Pico. Lalu ia masuk, meminta maaf kepada dosennya
karna datang telat, lalu ia mencari tempat duduk yang kosong.
Dan beruntungnya ia mendapat tempat duduk kosong di pojok kiri paling depan. Dia melihat teman-
teman sekelasnya, betapa terkejutnya ia melihat "Matahari" duduk di pojok kanan depan. Berjarak
7 kursi darinya. Dia senang bukan main melihat Tera.
Dia tak berani menoleh kearah Tera, dia berusaha berkonsentrasi dengan kuliah perdananya.
Matanya tajam menatap sang dosen, tapi pelupuk matanya berusaha mencari sinar itu. DAPAT! itu dia Sinar yang ia cari! sinar yang berhasil meradiasi dimensi Pico.
Dari sini aku dapat melihat sinar itu
Sinar yang membuat semuanya begitu “Hidup”
Dari sini, dipelupuk mata ini.
***
Kuliah usai, Pico bergegas pulang, lalu suara itu memanggilnya, suara yang sedari kemarin ia rindukan.
“Pico?” Tanya Tera Heran
“Hei Tera.” Membalas dengan senyum ragu
“Arsitektur juga? Tadi telat ya? haha”
“iya. Hehe. Samaan ya” jawabnya dengan nada malu-malu
“ih iya, asik banget nih sekelas sama orang jogja ” goda Tera.
“ saya juga seneng bisa sekelas sama Tera.” Balas Pico terbata-bata “ oh iya saya duluan ya, saya
mau ada urusan, bye”
Pico bergegas pergi ke Gereja terdekat dari apartemennya. Pico adalah seorang katolik. Dia begitu
taat dengan agama yang dipeluknya. Dia datang ke gereja bukan hanya di waktu minggu, tapi setiap
saat dia merindukan Tuhannya.
***
Malam yang damai, selalu mengingatkannya dengan sosok wanita berjilbab yang belakangan ini getol
menabur senyum diwajah Pico, ya Tera, lagi-lagi si Matahari itu.
Bintang aku ingin menjadi sepertimu.
Agar aku bisa berada lebih dekat dengan Matahari,
Agar aku bisa melihat Matahari ku setiap saat.
Walau Matahari tak selalu menyadari keberadaanku.
Walau Matahari tak selalu melihat sinarku
Aku tak butuh pengakuan atas kehadiranku.
Aku hanya ingin bersama Matahari.
Hanya itu.
***
Semakin hari mereka semakin akrab, namun Pico masih saja kaku dan malu-malu. Tera sangat suka
menggodanya dengan candaan-candaan khasnya. Pico selalu membantu Tera, apapun dia lakukan
untuk Tera. Dia tak pernah sedekat ini dengan wanita. Harinya semakin hidup. Bersama Tera ia
berjuang menggapai cita-cita mereka untuk menjadi Arsitek Handal.
Siang itu mereka duduk bersantai dibawah pohon rindang, setelah belajar bersama, mereka bersantai
sejenak.
“kamu kenapa ngambil arsitektur?” Tanya Tera.
“mau aja hehe, kalau tera?” tanyanya lagi.
“Cita-cita dari SD, hehehehe” jawab Tera cengengesan
“wah hebat, jarang anak SD mau jadi arsitek”
“soalnya waktu kecil bosen gambar gunung terus. Yaudah deh nyoba-nyoba gambar rumah,
terinspirasi dari rumah tetanggaku yang baru dibangun. eh taunya malah dapet nilai 9, biasanya kalo
gambar gunung paling banter dapet 7 hahahaha.” Jelasnya penuh tawa.
“hahaha, bisa begitu ya, sesuatu yang kecil justru bermakna raksasa.” Ungkap Pico terheran-heran.
“iya bener banget, semenjak itu setiap disuruh gambar pasti gambar rumah deh, terus, suka iseng
gambar-gambar pola rumah gitu kaya yang dimajalah-majalah. Wkwkwk”
“dasar anak kecil aneh hahaha.” Ledek Pico
“ye biarin kreatif namanya. Emangnya kamu MKKB”
“apatuh MKKB?” Tanya Pico heran.
“Masa Kecil Kurang Bahagia. wkwkwk” ledek Tera, tertawa terbahak-bahak.
“yeee anak aneh” balas Pico, mencibir.
Suasana siang itu begitu hangat, sudah lama Pico tak tertawa selepas itu, ia sudah lupa kapan
terakhir kali ia bercanda dan tertawa.
***
Balkon Apartement.
10.00PM
Bintang,
Tidak kah kamu mendengar tawaku tadi siang?
Tidakkah kamu melihat sahabatmu ini begitu bahagia ?
Dia memperbaiki kotak tertawaku.
Dia membuat semuanya begitu bebas, lepas.
Dan membuatku Bahagia.
Bintang. Kini aku telah menjadi sepertimu,
Menjadi bintang yang bersinar,
Biarkan aku tetap menjadi sepertimu.
Jangan biarkan aku jatuh.
Aku tak ingin jadi bintang jatuh,
Aku takut jatuh.
***
Tapi semangat para Mahasiswa pertukaran pelajar itu tak kalah membara. Mereka begitu antusias
berkenalan satu sama lain.Mereka berasal dari negara yang berbeda-beda.
Tera begitu bersemangat hari itu, dengan ramah dan hangat ia berkenalan dengan teman-teman
barunya. Lalu datang seorang lelaki dalam langkah malu-malu menghampirinya.
“Hai..” sapanya dengan senyum ragu.
“Halo”
“Are you Indonesian?” menunjuk nametag yang dikenakan Tera.
“Yes, im from Bandung, what about you?” jawabnya hangat.
“Saya dari jogja. tolong isi lembar identitasnya ya,” sambil menunduk malu.
“oh iya ini tukeran aja sama punya gue”
“iya”
Selang 3 menit mereka bertukaran lembar identitasnya,
“Nama lo pico? WAW! Kebetulan banget yaaa!!”
“Iya, hehe, kamu tera?”
“iya, hahaha. Amazing banget, gue kira Cuma nama gue doang yang asalnya dr notasi angka.
Dan yang lebih waw nya itu, nama gue “tera” yang artinya 10 pangkat 12. Dan nama lo Pico yang
artinya 10 pangkat minus 12. itu artinya kalo Pico dikali Tera hasilnya sama dengan SATU! iya SATU!!! Jangan-jangan ortu gue janjian lagi sama ortu lo, hahaha. Atau engga
KITA JODOH! wahahahaha” jelas Tera dengan antusias diiringi dengan tawanya yang bersinar.
“Hahahaha. Ada-ada aja” pico membalasnya dengan tawa kecil di wajahnya yang merengut malu.
“hahaha, I wanna talk much longer, but we have to do our task, right,? glad to know you, see you” tera
pergi sambil melambaikan tangannya.
“see you” membalas lambaian tangan tera.
***
Siang yang cerah itu berganti shift dengan malam yang begitu damai, pico kini sedang duduk di
balkon apartemennya, dia begitu bahagia hari ini, dia ingin bercerita semua kejadian yang ia alami hari
ini pada sahabat terbaiknya, Bintang.
Bintang….
Hari ini aku bertemu matahari,
Matahari itu begitu bersinar,
Matahari itu begitu hangat,
Ia penuh senyum, canda, dan juga makna.
Sinarnya mampu menghidupkan jiwa yang telah lama mati.
Aku tak mampu menatapnya lebih lama.
Sinarnya terlalu terang.
Aku tak mampu terlalu dekat dengannya,
Dia terlalu hangat.
Aku hanya mampu melihatnya dari jauh.
Setidaknya aku dapat merasakan sedikit hangatnya.
Seandainya benar kita adalah jodoh.
Seandainya benar kita bisa menjadi satu.
Seandainya benar…
Seandainya.
***
Masa orientasi telah usai, Pico dan Tera tak pernah bertemu lagi, Pico kehilangan mataharinya.
Hari ini hari pertama kuliah,
Pico datang terlambat 15 menit, karena ia kesulitan mencari ruangan kelasnya, saat sampai di depan
pintu kelas, ternyata sudah ada dosen didalam ruangan kelas itu. Perasaan senang dan takut
berkolaborasi dengan hebatnya dalam dimensi Pico. Lalu ia masuk, meminta maaf kepada dosennya
karna datang telat, lalu ia mencari tempat duduk yang kosong.
Dan beruntungnya ia mendapat tempat duduk kosong di pojok kiri paling depan. Dia melihat teman-
teman sekelasnya, betapa terkejutnya ia melihat "Matahari" duduk di pojok kanan depan. Berjarak
7 kursi darinya. Dia senang bukan main melihat Tera.
Dia tak berani menoleh kearah Tera, dia berusaha berkonsentrasi dengan kuliah perdananya.
Matanya tajam menatap sang dosen, tapi pelupuk matanya berusaha mencari sinar itu. DAPAT! itu dia Sinar yang ia cari! sinar yang berhasil meradiasi dimensi Pico.
Dari sini aku dapat melihat sinar itu
Sinar yang membuat semuanya begitu “Hidup”
Dari sini, dipelupuk mata ini.
***
Kuliah usai, Pico bergegas pulang, lalu suara itu memanggilnya, suara yang sedari kemarin ia rindukan.
“Pico?” Tanya Tera Heran
“Hei Tera.” Membalas dengan senyum ragu
“Arsitektur juga? Tadi telat ya? haha”
“iya. Hehe. Samaan ya” jawabnya dengan nada malu-malu
“ih iya, asik banget nih sekelas sama orang jogja ” goda Tera.
“ saya juga seneng bisa sekelas sama Tera.” Balas Pico terbata-bata “ oh iya saya duluan ya, saya
mau ada urusan, bye”
Pico bergegas pergi ke Gereja terdekat dari apartemennya. Pico adalah seorang katolik. Dia begitu
taat dengan agama yang dipeluknya. Dia datang ke gereja bukan hanya di waktu minggu, tapi setiap
saat dia merindukan Tuhannya.
***
Malam yang damai, selalu mengingatkannya dengan sosok wanita berjilbab yang belakangan ini getol
menabur senyum diwajah Pico, ya Tera, lagi-lagi si Matahari itu.
Bintang aku ingin menjadi sepertimu.
Agar aku bisa berada lebih dekat dengan Matahari,
Agar aku bisa melihat Matahari ku setiap saat.
Walau Matahari tak selalu menyadari keberadaanku.
Walau Matahari tak selalu melihat sinarku
Aku tak butuh pengakuan atas kehadiranku.
Aku hanya ingin bersama Matahari.
Hanya itu.
***
Semakin hari mereka semakin akrab, namun Pico masih saja kaku dan malu-malu. Tera sangat suka
menggodanya dengan candaan-candaan khasnya. Pico selalu membantu Tera, apapun dia lakukan
untuk Tera. Dia tak pernah sedekat ini dengan wanita. Harinya semakin hidup. Bersama Tera ia
berjuang menggapai cita-cita mereka untuk menjadi Arsitek Handal.
Siang itu mereka duduk bersantai dibawah pohon rindang, setelah belajar bersama, mereka bersantai
sejenak.
“kamu kenapa ngambil arsitektur?” Tanya Tera.
“mau aja hehe, kalau tera?” tanyanya lagi.
“Cita-cita dari SD, hehehehe” jawab Tera cengengesan
“wah hebat, jarang anak SD mau jadi arsitek”
“soalnya waktu kecil bosen gambar gunung terus. Yaudah deh nyoba-nyoba gambar rumah,
terinspirasi dari rumah tetanggaku yang baru dibangun. eh taunya malah dapet nilai 9, biasanya kalo
gambar gunung paling banter dapet 7 hahahaha.” Jelasnya penuh tawa.
“hahaha, bisa begitu ya, sesuatu yang kecil justru bermakna raksasa.” Ungkap Pico terheran-heran.
“iya bener banget, semenjak itu setiap disuruh gambar pasti gambar rumah deh, terus, suka iseng
gambar-gambar pola rumah gitu kaya yang dimajalah-majalah. Wkwkwk”
“dasar anak kecil aneh hahaha.” Ledek Pico
“ye biarin kreatif namanya. Emangnya kamu MKKB”
“apatuh MKKB?” Tanya Pico heran.
“Masa Kecil Kurang Bahagia. wkwkwk” ledek Tera, tertawa terbahak-bahak.
“yeee anak aneh” balas Pico, mencibir.
Suasana siang itu begitu hangat, sudah lama Pico tak tertawa selepas itu, ia sudah lupa kapan
terakhir kali ia bercanda dan tertawa.
***
Balkon Apartement.
10.00PM
Bintang,
Tidak kah kamu mendengar tawaku tadi siang?
Tidakkah kamu melihat sahabatmu ini begitu bahagia ?
Dia memperbaiki kotak tertawaku.
Dia membuat semuanya begitu bebas, lepas.
Dan membuatku Bahagia.
Bintang. Kini aku telah menjadi sepertimu,
Menjadi bintang yang bersinar,
Biarkan aku tetap menjadi sepertimu.
Jangan biarkan aku jatuh.
Aku tak ingin jadi bintang jatuh,
Aku takut jatuh.
***
0 komentar:
Posting Komentar